Jumat, 15 April 2011

Dialog Para Dokter bersama Syaikh 'Utsaimin#2


Session II- TanyaJawab

T: apakah pendapat Anda tentang kesalahan-kesalahan praktik kedokteran dimana saya sudah besungguh-sungguh dan tidak gegabah dalam memeriksa kondisi pasien serta tidak mengurangi sedikitpun dalam pengobatan tapi kemudian Alloh menakdirkan kematian pasien, apakah saya dianggap berdosa karena hal itu? Perlu diketahui bahwa saya sudah berusaha mengikuti perkembangan setiap hal-hal baru


J: adapun tentang kesalahan praktik, maka sang dokter apabila dia mumpuni (professional) adalah sebagai syarat, artinya dia menguasai ilmu kedokteran baik dengan membaca teori sebelumnya atau dengan pengalaman praktik. Maka, profesionalitas adalah syarat.
Yang kedua, tidak melebihi tempat pengobatan. Misalnya ada suatu luka yang membutuhkan pembedahan sepanjang satu ruas jari, tetapi dokter tersebut membedah sepanjang 2 ruas jari, maka dalam hal ini dia melebihi tempat(objek) pengobatan. Para ulama rahimahumullah barpendapat bahwa kelebihan ini dianggap sebagai kesalahan dan bukan kesengajaan. Meskipun pasien meninggal, maka ia(dokter) tidak diqishas, tapi harus membayar diat (denda yang sudah ada ketentuannya sesuai dengan jenis kesalahan) atau hukumah (denda yang tidak ada ketentuannya secara khusus). Maka kesalahan yang terjadi di tempat pengobatan, maka hal ini tidak mengapa adapun jika melampaui tempat pengobatan, maka kita katakana pelampauan batas ini adalah kesalahan walaupun mengakibatkan kematian, karena dia tidak sengaja membunuhnya.

T: kami berharap Anda member penjelasan apa pahala bagi para dokter dimana mereka begadang di malam hari untuk mengobati pasien, membaca ilmu kedokteran dan mengulang-ulangnya

J: tidak diragukan lagi pahala mereka sesuai dengan niat dan amalan mereka. Karena kedokteran itu sendiri bukan merupakan tujuan, tetapi merupakan saran untuk mencapai perkara lain. Sebagian ulama berpendapat bahwa mempelajari ilmu kedokteran adalah fardhu kifayah, wajib bagi kaum muslimin untuk memiliki para dokter karena hal ini termasuk perkara yang dibutuhkan umat. Maka apabila seseorang dalam beramal di bidang kedokteran meniatkan untuk menunaikan fardhu kifayah ini, dan berbuat baik kepada para makhluk, maka dia akan mendapatkan pahala yang banyak

T: datang seorang perempuan bersama anaknya yang sakit ke ruang periksa tanpa mahram, kemudian saya masuk ruangan tersebut dan saya tutup pintu ruangan. Apakah hal ini termasuk khalwat yang diharamkan? Padahal ia bersama anaknya? Apabila memang haram, apakah nasihat Anda?

J: tidak diragukan kagi khalwat ini haram, apabila dokter tersebut masuk kepada wanita yang bukan mahramnya, kemudian menutup pintu, maka hal ini adalah khalwat, tidak bolehseseorang melakukan hal ini. Kalau memang harus dilakukan, maka hendaklah dia buka pintu ruangan tersebut, sehingga tidak merupakan khalwat. Karena dengan dibukanya pintu, artinya setiap orang bisa melihatnya

T: apakah hukum menggugurkan kandungan apabila janin tersebut cacat yaitu tidak memiliki otak, karena hal ini berate dia tidak mampu hidup setelah proses kelahiran –sebatas pemahaman kami- dan hal ini terjadi dalam setiap keadaan, khususnya bila sang ibu telah melahirkan berkali-kali dengan operasi Caesar sebelumnya, sudah merupakan dugaan kuat bahwa proses kelahiranya kali ini akan melalui operasi Caesar juga, kondisi semacam ini tidak diragukan lagi pasti berbahaya, padahal sudah dapat dipastikan sang bayi akan mati setelah lahir. Apabila hal ini boleh, apakah ada batas maksimal yang masih dibolehkan untuk menggugurkan kandungan?

J: batas maksimal kandungan yg masih dibolehkan untuk digugurkan adalah empat bulan. Apabila sudah pas tepat 4 bulan, berarti sudah menjadi manusia, dan manusia tidak boleh dibunuh baik dia cacat atau normal. Jika lebih dari 4 bulan maka biarkan saja, jika Alloh menghendakinya hidup, maka hiduplah dia. Kalau Alloh menghendaki mati, maka matilah dia. Cuma terkadang ada yang berkata: seandainya janin itu dibiarkan hidup setelah berumur 4 bulan, maka janin itu akan mati dan sang ibu akan mati karena kematian janin itu. Kita jawab: biarkan hal itu terjadi, karena jika janin itu sudah mati, maka boleh untuk dikeluarkan karena hal ini bukanlah pembunuhan. Kesimpulannya, menggugurkan kandungan sebelum 4 bulan tidak mengapa apabila memang dibutuhkan, sedangkan menggugurkannya setelah 4 bulan tidak boleh bagaimanapun kondisinya karena saat itu janin sudah menjadi manusia. Bagaimana pendapat Saudara apabila seorang bayi keluar dari perut ibunya dalam keadaan cacat, bolehkah kita membunuhnya? Tidak boleh! Kita serahkan urusannya kepada Alloh Azza wa Jalla.

T: sebagian wanita yg sudah menopause membutuhkan beberapa “hormone pengganti” untuk mencegah pengeroposan tulang dan penyakit jantung, padahal hormone tersebut menyebabkan keluar darah dari rahim seperti darah haidh. Apa hukumnya tetap mengerjakan salat di saat keluarnya darah tersebut? Dan darah tersebut darah istihadhah atau darah apa?

J: darah haidh adalah darah kebiasaan yang keluar tanpa sebab. Adapun darah-darah yang keluar dengan sebab-sebab tertentu maka hal itu seperti yang dikatakan oleh Nabi shallallahu’alaihi waa’ala alihi wa sallam kepada wanita yang istihadhah: “sesungguhnya darahmu itu hanyalah darah ‘irq(berasal dari pecahnya pembuluh darah)”. Maka hukumnya tidak sama dengan hukum haidh, ia merupakan darah yang rusak. Maka wanita tersebut dalam kondisi semacam itu harus tetap salat, dan tetap berpuasa dan juga suaminya boleh mengumpulinya.

T: banyak terjadi seorang pasien meninggal tanpa sempat diketahui penyakitnya, bolehkan diadakan bedah pada mayit (otopsi) setelah meninggalnya untuk mengetahui jenis penyakitnya karena hal ini memberikan manfaat yang sangat besar untuk penanganan pengobatan kasus-kasus di masa mendatang. Perlu diketahui, otopsi ini tidak menimbulkan kerusakan yg tampak di badan jenazah.
Apabila ternyata otopsi tidak boleh, maka bolehkah pengambilan sampel jaringan setelah meninggal dari sebagian tubuh mayit misalnya hati atau paru?

J: Pertama: tidak boleh merusak tubuh mayit, kecuali apabila untuk suatu kepentingan yang bersifat darurat, artinya apabila kita butuh mengetahui sebab kematiannya. Dan otopsi zaman sekarang bukan merupakan pengrusakan jasad, karena akan diambil sampel jarringan kemudian jasad tadi akan disatukan lagi sehingga tidak tampak lagi adanya kerusakan atau cacat pada jasad mayit. Akan tetapi kapan hal ini boleh dilakukan? Yakni apabila ada kebutuhan yang berkaitan dengan kepentingan orang yang meninggal (mayit), adapun apabila untuk kepentingan orang lain maka tidak boleh dilakukan. Misalnya kita ingin mengetahui jenis penyakit, apa yang menimpanya dan bagaimana proses yang terjadi sampai penyakit tersebut menyebabkan kematian, yang seperti ini tidak boleh karena ini untuk kepentingan orang lain bukan kepentingan sang mayit. Adapun masalah pengambilan sampel jaringan dengan menggunakan suntikan ke dalam hati atau lainnya maka menurut saya tidak mengapa (boleh). Pertama karena hati dan yang lainnya adalah organ dalam, tidak akan tamoak adanya kerusakan dan yang kedua: sampel yang diambil sedikit, bisa berupa darah atau sejenisnya maka tidak berpengaruh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar